Menerima Ketentuan


Jika kau ingin menjadi yang terbaik, be so..
Jika kau ingin menjadi pemenang, be so..
Jika kau ingin menjadi manusia yang dicintai oleh Tuhan, be so..
…………………………………………………………………………………
Tiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing. Kita sudah diberikan jalan dan alur hidup yang sesuai dengan kemampuan kita oleh Tuhan. Tidak ada manusia yang bisa mengelak dari perjalanan hidupnya. Segala sesuatu yang terjadi pada kita sudah ter-takdir-kan untuk kita, bukan untuk orang lain, karena Tuhan tidak pernah menukarkan takdir hambaNya. Kita boleh saja mengeluh pada keadaan yang saat ini kita hadapi. Dan itu manusiawi. Kita bukan nabi yang bisa dengan begitu lapang menerima segala ketentuan dari Tuhan. Bahkan pikirku, para Nabi pun pernah mempertanyakan keadaan dirinya pada Tuhan, karena mereka juga manusia..

Sepanjang hidupku, selalu saja ada keluhan yang terucap. Ada saja tindakan yang tidak pasti, bahkan jauh dari kata baik. Aku mencoba memahami semua yang terjadi pada hidupku ini, “Mengapa aku seperti ini..?” begitu selalu pertanyaan yang tiba-tiba muncul jika aku sedang kesal atau sedang ada masalah. Bahkan, di saat aku melihat orang yang jauh lebih baik dariku, meraih kesuksesan di usianya yang masih muda, dan menjadi orang yang hebat, aku menjadi semakin ciut dan putus asa. Kenapa aku tidak bisa meraih hal-hal seperti itu layaknya mereka? Aku bergumam sendiri, bertanya sendiri, menjawab sendiri.. layaknya orang yang patah hati, aku uring-uringan.

Namun di suatu ketika, aku bertemu dengan teman-teman lama. Bertemu berbincang-bincang, berbagi kabar dan kondisi saat ini seperti apa. Jujur banyak hal yang membuatku kaget dan akhirnya menjadi tamparan untukku. Dan perasaan itu bertambah ketika aku membaca buku tentang bagaimana menjadi manusia yang bodo amat. Dan di sana lah aku akhirnya merasakan perubahan. Hatiku yang tadinya gelisah dan merasa begitu pesimis, berubah menjadi lebih tenang. Pikiranku yang awalnya putus asa dan berpikir yang tidak-tidak menjadi sedikit lebih normal lagi. Perasaanku yang menyalahkan diri sendiri, menganggap diriku bodoh dan tidak bisa apa-apa kini mulai mencoba menata diri. Sehingga pada akhirnya aku mulai merenung, memafkan diri sendiri, membaca diriku, serta mencoba menerima keadaanku yang sekarang ini.

Dan aku mulai merasa tenang, menemukan diriku kembali…

Aku kini percaya, bahwa segala yang terjadi pada hidup kita, bukan tanpa alasan. Selalu ada tujuan dan hikmah dari setiap perjalanan yang kita hadapi saat ini. Aku tidak bisa menyamakan kesuksesanku dengan orang lain. Aku tidak bisa menyamakan kemampuanku dengan orang lain. Dan aku tidak bisa menjadikan diriku sama seperti orang lain. Tuhan sudah menjadikanku menjadi seorang kiki seperti saat ini. Bukan menjadi si A, B, C, sampai Z. Ternyata selama ini aku telah salah. Aku salah menilai Tuhan. Salah menilai keadaan. Salah menilai diriku dan orang lain.

Ukuran yang aku gunakan, sama seperti aku mengukur keadaan orang lain. Dan itu sangat salah. Tidak semua orang memiliki ukuran yang sama. Memang betul, salah jika kita hidup dengan memiliki ukuran-ukuran tertentu dan menyamakan ukuran kita dengan ukuran orang lain. Aku sungguh keliru…

Jika orang lain bahagia dan meraih hidup yang sempurna, dan jika itu terjadi padaku atau menginginkan hidup yang sama seperti mereka, apakah akan membuatku bahagia juga?? Apakah Tuhan akan senang ?? atau kah, hidupku akan menjadi lebih berarti..?
Ternyata tidak…

Karena sekali lagi, setiap perjalanan hidup kita memiliki alasan tertentu mengapa itu terjadi. Jika si A sukses dan aku ingin menjadi seperti si A, tidak lantas akan menjamin hidupku akan sebahagia si A. bisa jadi aku justru akan merasa menderita atau tersiksa dengan keadaan yang aku hadapi. Kenapa begitu? Karena Tuhan sudah menetapkan jalan masing-masing manusia sesuai dengan kemampuannya..

Bukan berarti kita tidak cukup pantas untuk menjadi sukses sama seperti orang lain. Akan tetapi, bisa jadi kita belum cukup mampu untuk mengemban itu semua. Bukankah selalu ada resiko di setiap kejadian yang terjadi pada kita? Begitu pun dengan keputusan yang kita ambil, selalu ada resikonya. Namun yang terpenting adalah, bagaimana kita menyikapi resiko tersebut. Jika kita merasa bahagia menerimanya, maka segala sesuatu yang telah terjadi akan terasa begitu lapang. Tapi jika kita tidak bisa menerimanya dan terus-menerus mengeluh, maka tidak ada satu hikmah pun yang akan kita dapatkan.

Dan aku bersyukur, aku akhirnya bisa tersadar. Bisa memaafkan diriku sendiri. Bisa menerima segala ketentuan yang Tuhan berikan kepadaku. Dan bisa menikmati resiko dari segala yang terjadi saat ini..

Terima kasih untuk diriku yang sudah mau belajar menerima.. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar Disiplin dari Negara Jerman

Affandi, Lukisan dan Unsur Kemanusiaan

Mengenal Polusi Cahaya